Nama Desa Paojepe, Keera, Wajo, Sulawesi Selatan, berasal dari kata "paojepe" (paojépééq é) Kata ini terdiri dari dua kata: kata "pao" (mangga) dan "jéépéq" (dempet). Yakni dua pohon mangga yang berdempetan, meski jenis kedua pohon mangga tersebut berbeda. Pohon-pohon mangga itu terletak di sekitar Lapangan Paojepe kini. Pohon ini tumbang di era Venkonindo melebarkan dan mengaspal jalan Tarumpakkae-Palopo (1980-an)
Letak pohon ini dahulu di sebelah utara lapangan bola Paojepe di sisi timur jalan raya.
Desa Paojepe akan turut menghelat pemilihan kepala desa sebelas hari ke depan (Selasa, 25 Mei 2021).
Keempat calon ini akan berjibaku merebut suara pada empat dusun: Paojepe, Appasareng, Laukku dan Masiae.
Secara linguistik di desa ini terdapat dua dialek: Bahasa Bugis Dialek Pitumpanuwa dan Dialek Pangkep.
Desa ini sungguh lengkap! Ada lahan kebun, persawahan (dengan irigasi pula), serta lahan budidaya ikan berupa tambak, termasuk sisi laut dengan banyaknya warga yang melakoni perikanan tangkap.
Padi, jambu mente, kakao, ikan bandeng, ikan laut, kelapa sawit, rumput laut menjadi andalan desa ini.
Kehadiran para petambak yang bertutur dialek Pangkep di Laukku dan Masiae menjadikan desa ini heterogen.
Komunitas Pangkep dikenal sebagai masyarakat bilingual dan poliglot (bertutur dua dialek atau lebih).
Dari asalnya atau akarnya sendiri di Pangkep, ia adalah wilayah peralihan dialek Bugis dan Makassar.
Kedatangan komunitas Pangkep membuat penduduk desa ini terkadang harus berbahasa kreol (campuran beberapa dialek).
Lalu siapa yang akan menjadi pemimpin mereka enam tahun ke depan?
Ada petahana Muhammad Basri yang mencoba meraih mandat lagi untuk ketiga kalinya.
Ada tiga penantang: Syamsu Alam, Andi Tawakkal, S.Pd., M.Si. dan M. Anis.
Saya sendiri sebagai orang yang ber-KTP Paojepe akan memilih calon terbaik pada "hari keputusan".
Bagaimana dengan Anda penduduk Paojepe?